Senin, 21 Desember 2015

Revolusi Mental Menurut Bung Karno





Gagasan ‘revolusi mental’ menggoda banyak orang. Bagi mereka, revolusi mental dibutuhkan untuk membabat habis mentalitas, mindset, dan segala bentuk praktik buruk yang sudah mendarah-daging sejak jaman Orde Baru hingga sekarang. Namun, tidak sedikit pula yang mencibir gagasan ini sebagai ‘ide komunistik’.
Gagasan revolusi mental, sebagai usaha memperharui corak berpikir dan bertindak suatu masyarakat, bisa ditemukan di ideologi dan agama manapun. Dalam Islam pun ada gagasan revolusi mental, yakni konsep ‘kembali ke fitrah’: kembali suci atau tanpa dosa. Jadi, gagasan ini bukanlah produk komunis atau ideologi-ideologi yang berafiliasi dengan marxisme.
Namun, terlepas dari polemik itu, Pemilu Presiden (Pilpres) 2014 ini patut diapresiasi. Sebab, bukan hanya berhasil mencuatkan kembali nama dan figur Bung Karno, tetapi juga berhasil mempopulerkan kembali gagasan-gagasan revolusi nasional Indonesia. Salah satunya: Revolusi Mental.
Dalam revolusi nasional Indonesia, gagagasan revolusi mental memang tidak bisa dipisahkan dari Bung Karno. Dialah yang menjadi pencetus dan pengonsepnya. Dia pula yang mendorong habis-habisan agar konsep ini menjadi aspek penting dalam pelaksanaan dan penuntasan revolusi nasional Indonesia.
Saya kira, sebelum mengulas esensi revolusi mental versi Bung Karno, kita perlu mengenal konteks sosial-historis yang melahirkan gagasan Bung Karno tersebut. Sebab, tanpa mengenal konteks sosial-historisnya, kita juga akan bias menangkap esensi dan tujuan dari gagasan tersebut.
Gagasan revolusi mental mulai dikumandangkan oleh Bung Karno di pertengahan tahun 1950-an. Tepatnya di tahun 1957. Saat itu revolusi nasional Indonesia sedang ‘mandek’. Padahal, tujuan dari revolusi itu belum tercapai.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan revolusi itu mandek. Pertama, terjadinya penurunan semangat dan jiwa revolusioner para pelaku revolusi, baik rakyat maupun pemimpin nasional. Situasi semacam itu memang biasa terjadi. Kata Bung Karno, di masa perang pembebasan (liberation), semua orang bisa menjadi patriot atau pejuang. Namun, ketika era perang pembebasan sudah selesai, gelora atau militansi revolusioner itu menurun.
Kedua, banyak pemimpin politik Indonesia kala itu yang masih mengidap penyakit mental warisan kolonial, seperti “hollands denken” (gaya berpikir meniru penjajah Belanda).  Penyakit mental tersebut mencegah para pemimpin tersebut mengambil sikap progressif dan tindakan revolusioner dalam rangka menuntaskan revolusi nasional.
Sementara di kalangan rakyat Indonesia, sebagai akibat praktek kolonialisme selama ratusan tahun, muncul mentalitas ‘nrimo’ dan kehilangan kepercayaan diri (inferiority complex) di hadapan penjajah.
Ketiga, terjadinya ‘penyelewengan-penyelewengan’ di lapangan ekonomi, politik, dan kebudayaan. Penyelewengan-penyelewengan tersebut dipicu oleh penyakit mental rendah diri dan tidak percaya diri dengan kemampuan sendiri. Juga dipicu oleh alam berpikir liberal, statis, dan textbook-thinkers(berpikir berdasarkan apa yang dituliskan di dalam buku-buku).
Di lapangan ekonomi, hingga pertengahan 1950-an, sektor-sektor ekonomi Indonesia masih dikuasai oleh modal Belanda dan asing lainnya. Akibatnya, sebagian besar kekayaan nasional kita mengalir keluar. Padahal, untuk membangun ekonomi nasional yang mandiri dan merdeka, struktur ekonomi kolonial tersebut mutlak harus dilikuidasi.



PROGRAM KERJA

PENDIDIKAN :
  • PELATIHAN REVOLUSI MENTAL UNTUK GURU PER KABUPATEN
  • PELATIHAN REVOLUSI MENTAL UNTUK SISWA SEKOLAH
  • PELATIHAN REVOLUSI MENTAL UNTUK DOSEN PERGURUAN TINGGI
  • PELATIHAN REVOLUSI MENTAL UNTUK MAHASISWA


SDM / KEPEGAWAIAN :
  • PELATIHAN REVOLUSI MENTAL UNTUK PEGAWAI NEGERI SELURUH KEMENTRIAN
  • PELATIHAN REVOLUSI MENTAL UNTUK PEGAWAI NEGERI SELURUH PROVINSI
  • PELATIHAN REVOLUSI MENTAL UNTUK PEGAWAI NEGERI SELURUH KABUPATEN/ KOTA
  • PELATIHAN REVOLUSI MENTAL UNTUK KARYAWAN PERUSAHAAN ATAU BURUH PABRIK


PERTANIAN :
  • PELATIHAN REVOLUSI MENTAL PETANI NUSANTARA PER KABUPATEN
  • PELATIHAN REVOLUSI MENTAL PETANI NUSANTARA PER PROVINSI
  • PILOT PROJECT SISTEM PERTANIAN TERPADU PER KABUPATEN / KOTA
  • PEMANFAATAN LAHAN TIDUR UNTUK INDUSTRI PERTANIAN TERPADU


KEWIRA USAHAAN :
  • PELATIHAN WIRA USAHA MUDA KREATIF BERINTEGRITAS (WUMKI) PER KABUPATEN.
  • PEMBINAAN KEWIRAUSAHAAN UNTUK PEMUDA PUTUS SEKOLAH
  • PEMBINAAN INDUSTRI KECIL DAN KERAJINAN


LINGKUNGAN :
  • PENGOLAHAN SAMPAH ORGANIK MENJADI PUPUK ORGANIK
  • PENGOLAHAN SAMPAH NON ORGANIK MENJADI BARANG BERNILAI
  • PENGOLAHAN SAMPAH PLASTIK MENJADI BENSIN DAN SOLAR
  • PENGELOLAAN SAMPAH TERPADU KAWASAN PANTAI UNTUK MEMPRODUKSI GARAM DAN BARANG BERNILAI LAINNYA.
  • PENGOLAHAN SAMPAH KAYU MENJADI BIOMASA DAN KAYU SINTETIS WPC (WOOD PLASTIC COMPOUND)

0 komentar:

Posting Komentar